KH. Abdul Wahid Hasyim (1914-1953) memiliki peran penting dalam sejarah
Indonesia, khususnya sejarah Islam di Indonesia. Beliau merupakan
pendiri Partai Nahdlatul Ulama (NU), pernah menjabat sebagai Menteri
Agama, dan anggota BPUPKI serta salah seorang penandatangan Piagam
Jakarta (Jakarta Charter), yaitu preambul UUD Republik Indonesia yang ditandatangani pada 22 Juni 1945 di Jakarta.
Wahid Hasyim lahir pada tanggal 1 Juni 1914. Ayahnya, KH. Hasyim Asyari,
adalah seorang ulama besar dan pendiri organisasi Islam terbesar di
Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU). Sejak kecil ia belajar di pesantren
Tebuireng dan berbagai pesantren lainnya, bahkan sampai ke Mekah saat
berusia 18 tahun. Ia sangat giat belajar dan memiliki hobi membaca yang
sangat kuat. Ia memperdalam ilmunya dengan berlangganan koran dan
majalah, baik yang berbahasa Indonesia maupun bahasa asing. Ia memang
merupakan pribadi yang cerdas dan seorang otodidak yang hebat.
Pada waktu berumur 24 tahun ia mulai aktif di organisasi NU dan tahun
berikutnya ia diangkat menjadi anggota Pengurus Besar NU. Pada tahun itu
juga ia dipilih menjadi Ketua MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia),
sebuah badan federasi sejumlah organisasi sosial-politik Islam dan wadah
persatuan umat Islam. Ia terpilih kembali sebagai ketua dewan dalam
Kongres Muslimin Indonesia, yang merupakan kelanjutan MIAI. Tetapi
organisasi ini dibubarkan oleh jepang pada 1943 dan tidak lama kemudian
berdiri wadah baru bernama Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).
Saat itu pemerintah pendudukan Jepang mendirikan Shumubu, yaitu
badan urusan agama Islam yang dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari selaku
Ketua, KH. Abdul Kahar Muzakir selaku Wakil Ketua dan KH A. Wahid Hasyim
selaku Wakil Ketua. Tetapi Wahid Hasyim yang kemudian ditunjuk sebagai
pimpinan disana mewakili ayahnya yang tidak bisa meninggalkan Jawa
Timur. Badan ini yang menjelma menjadi Departemen Agama setelah
Indonesia merdeka.
Sebelum meninggalkan Indonesia, pemerintah Jepang membentuk Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai
atau Badan Penyelirik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
dan Wahid Hasyim ditunjuk sebagai salah satu anggotanya. Setelah sidang
pertama, dibentuk panitia kecil yang terdiri atas sembilan orang yang
dipilih, salah satunya adalah Wahid Hasyim. Tokoh lainnya adalah
Soekarno, Mohammad Hatta, A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul
Kahar Muzakkir, Haji Agus Salim, Achmad Soebardjo, dan Muhammad Yamin.
Panitia kecil ini berhasil mencapai suatu modus vivendi antara
dua kelompok yang berbeda pendapat, yaitu pihak nasionalis dan Islam
mengenai dasar negara. Panitia Sembilan ini menyetujui rancangan
preambul UUD Republik Indonesia yang mereka tandatangani pada 22 Juni
1945, yang kemudian dikenal sebagai Piagam Jakarta.
Setelah berakhir masa revolusi dan Indonesia mendapat kedaulatan, Wahid
Hasyim diangkat menjadi Menteri Agama dalam Kabinet Hatta (20 Desember
1949 - 6 September 1950) dan menduduki jabatan yang sama dalam dua
kabinet berikutnya; Kabinet Natsir (6 September 1950 – 27 April 1951)
dan Kabinet Sukiman (27 April 1951 – 3 April 1952). Banyak langkah
penting yang ia lakukan sebagai Menteri Agama, antara lain; mewajibkan
pendidikan agama di lingkungan sekolah umum, mendirikan sekolah guru
agama, pendirian Perguruan Tinggi Agama Silam Negeri pada 15 Agustus
1951 yang berkembang menjadi 14 Institut Agama Islam negeri (IAIN) di 14
propinsi, dan lain-lain.
Saat itu Wahid Hasyim duduk sebagai Ketua Muda II Dewan Partai Masyumi,
yang merupakan satu-satunya partai politik Islam. Tetapi ia sering
mengkritik kepemimpinan PB Masyumi yang dianggap terlalu lemah. Hingga
dalam kongres NU di Palembang pada April 1952, dimana ia bertindak
sebagai pemimpin Kongres, NU memutuskan untuk lepas dari Masyumi dan
mengembangkan diri menjadi partai politik. Sebelumnya NU merupakan
anggota istimewa partai Masyumi.
Wahid Hasyim meninggal dunia pada 15 April 1953 dalam usia muda, belum
genap 40 tahun. Beliau meninggal dalam sebuah kecelakaan di Cimahi dan
dimakamkan di Jombang di pemakaman keluarga pesantren Tebuireng.
Posting Komentar
0 komentar
Dear readers, after reading the Content please ask for advice and to provide constructive feedback Please Write Relevant Comment with Polite Language.Your comments inspired me to continue blogging. Your opinion much more valuable to me. Thank you.